A review by lavenive
Rumah Ilalang by Stebby Julionatan

4.0

 
Umur manusia siapa yang tahu. Yang semula kita kira segera berpulang, justru dialah yang paling belakang.

Buku ini menceritakan tentang hari-hari selepas kematian Tabita, jenazahnya tak kunjung bisa dimakankan, ia ditolak di mana pun. Tidak di pemakaman muslim, maupun hanya untuk mendapatkan pelayanan kematian dari gereja. Kolom agama di KTP Tabita memang Islam, tapi di tahun-tahun akhir hidupnya, banyak orang yang melihat Tabita rutin mengikuti misa Minggu. Pelayanan kematian itu tak dapat diberikan karena meski Tabita rajin mengikuti misa, tak sekalipun ia terdaftar sebagai warga jemaat. Terlebih, ia adalah seorang waria.

Kalau menjelajah di iPusnas tak jarang aku menemukan buku dengan sampul yang 'seragam' dengan buku ini, Rumah Ilalang adalah buku ketiga yang ku tamatkan dari buku seragam ini. Sama seperti dua buku yang terlebih dahulu aku baca, buku ini meninggalkan perasaan berat di hatiku. Mengangkat tema yang sensitif buku ini terasa nyata dan tertulis apa adanya, mengingatkanku pada buku RE dan peREmpuan.

Perpindahan sudut pandang setiap babnya sedikit membuatku bingung, aku juga masih menemukan typo, ah, dan Maria bersyukurlah kamu hanya tokoh fiksi.